Kamis, 30 September 2010

Konsep Paulus Tentang dosa

A.    PENDAHULUAN

Dalam dunia yang semakin modern ini, banyak orang yang berbuat sesuka hatinya sendiri. Tanpa menyadari bahwa perbuatan tersebut merupakan pelanggaran atas titah Tuhan. Kalau orang-orang sudah tidak mengenal apakah perbuatan yang perbuat itu adalah dosa bagaimana mungkin mereka akan menghargai kasih karunia Allah dan pengorbanan Kristus yang sangat mulia di atas kayu salib.
Melihat fakta tersebut penulis sangat menyayangkan dan prihatin sekali. Sehingga penulis dalam makalah yang pendek ini terbeban untuk mengungkapkan suatu kebenaran mengenai dosa berdasarkan pandangan rasul Paulus dalam surat-suratnya yang termuat di dalam Alkitab.
Dalam makalah ini penulis akan mengangkat beberapa bagian mengenai dosa berdasarkan konsep rasul Paulus, diantaranya adalah. Pertama, pengertian dosa dan bentuk-bentuk dosa, kedua akibat-akibat dosa dan ketiga cara menyelesaikan dosa, dan yang terakhir adalah penyimpulan dari seluruh makalah ini.
Penulis berharap bahwa dengan makalah yang singkat ini, dapat membantu anak-anak Tuhan secara khusus untuk menghargai kasih karunia Allah dan pengorbanan Kristus yang sangat mulia sampai Ia merelakan diriNya disalib untuk menanggung hukuman dosa umat manusia ini, yang seharus ditanggung oleh manusia itu sendiri, (I Kor. 15:3c; Gal.13:13; ).

B.     PENGERTIAN DAN BENTUK-BENTUK DOSA

A.    Pengertian Dosa
Sebelum kita menyimpulkan pengertian atau defenisi dosa. Terlebih dahulu kita melihat kata yang dipakai untuk menjelaskan dosa ini. Menurut Charles sedikit ada dua belas kata dasar  dalam Perjanjian Baru yang digunakan untuk menjelaskan dosa tersebut, namun dalam makalah ini kita hanya memuat kata yang terdapat dalam tulisan-tulisan Paulus saja, antara lain:
1.      Kakos, artinya buruk (tidak baik), kata ini biasanya juga menyatakan keadaan moral yang buruk, (Rm.12:17, 13:3-4,10, 16:19; 1 Tim.6:10).
2.      Poneros, merupakan istilah dasar untuk kejahatan, dan hampir selalu menunjuk tentang kejahatan moral, (Rm, 12:9; 1 Tes. 5:22).
3.      Esebes, artinya tanpa Allah, kadang-kadang kata ini muncul bersama kata-kata lainnya yang memberi pengertian tentang dosa, (Rm. 1:18; 1 Tim. 1:9), dan dalam Rm. 4:5, 5:6, disebutkan bahwa mereka yang belum diselamatkan disebut sebagai orang-orang yang durhaka.
4.      Enokhos, artinya kesalahan dan biasanya menyetakan seseorang yang melakukan kejahatan sehingga patut mendapat hukuman mati, (1 Kor. 11:27).
5.      Harmatia, artinya tidak mencapai sasaran, (Rm. 5:12, 6:1; 1 Kor. 15:3; 2 Kor. 5:21).
6.      Adikia, artinya setiap tingkah laku yang tidak benar dalam arti yang sangat luas. Kata ini dipakai untuk menyatakan orang-orang yang belum diselamatkan, (Rm. 1:18), bagian-bagian dari tubuh manusia, (Rm. 6:13), dan tindakan-tindakan, (2 Tes. 2:8).
7.      Anomos, sering diterjemahkan dengan “kedurhakaan”, kata ini berarti melanggar hukum dalam arti yang sangat luas, (1 Tim. 1:9), dan kepada antikristus, (2 Tes. 2:10).
8.      Parabates, artinya melanggar atau orang berdosa, biasanya dihubungkan dengan pelanggaran khusus terhadap hukum, (Rm. 3:23, 5:14; Gal. 3:19; Ibr. 9:15).
9.      Agnoein, kata ini berhubungan dengan ibadah yang keliru yang ditujukan kepada allah lain selain Allah yang benar, (Rm. 2:4).
10.  Paraptoma, kata ini mengandung arti pelanggaran yang dilakukan secara sengaja, kata ini dipakai oleh Paulus sebanyak enam kali khusunya dalam Rm. 5:15-20;  2 Kor. 5:19; Gal. 6:1; Ef. 2:1.
11.  Hipokrisis, artinya, mengikuti penafsiran yang jelas-jelas salah, (pengertian ini tampaknya terdapat dalam kasus ketidaktegasan Petrus dalam Gal. 2:11-21), berpura-pura, guru-guru palsu, munafik, (1 Tim. 4:2).[1]
            Jadi dari pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa dosa adalah tidak mencapai sasaran, kebejatan, pemberontakan, kesalahan, memilih jalan yang tidak benar, kejahatan, penyimpangan, keadaan tidak beriman, perbuatan jahat, pelanggaran terhadap hukum, pelanggaran, kebodohan, dan kesengajaan meninggalkan jalan benar.[2]
Atau dapat didefenisikan sebagai berlawanan dengan atau menentang karakter Allah, (Rm. 3:23).[3]
            Pada dasarnya dosa terletak pada arahnya yang bertentangan dengan Allah.[4] Dan Henry memberi pengertian yang sama bahwa dosa merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah, (Rm. 7:7-13; Gal. 3:10,12), yang berkaitan langsung dengan sifat Allah.[5] Dan dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, sependapat dengan pengertian diatas. Ia menegaskan bahwa setiap pengertian tentang dosa yang tidak dilatari dengan penentangan yang tertuju kepada Allah, adalah merupakan penyimpangan dari arti yang digambarkan Alkitab.[6]
            Ichwei dalam bukunya Teologi Sistematis juga menawarkan suatu defenisi yang hampir sama dengan beberapa pakar diatas. Ia berpendapat bahwa dosa adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan norma-norma moral hukum Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, dan  yang mendatangkan murka Allah.[7] Artinya bahwa manusia gagal untuk memenuhi hukum Allah dan Donald Guthrie mengatakan bahwa manusia gagal memenuhi apa yang diwajibkan.[8] Atau kalau saya simpulkan dari defenisi diatas bahwa manusia mengambil jalan di luar hukum yang telah ditetapkan Allah dan akibatnya mendatangkan murka Allah.
            Millard memberikan dua defenisi tentang dosa, yakni bahwa Dosa adalah ketiadaan keselarasan, baik yang aktif maupun yang pasif, dengan hukum moral Allah, dan kegagalan untuk hidup sesuai dengan apa yang diharapkan Allah dalam tindakan, pikiran, dan keberadaan.[9]
            Jadi dari beberapa pengertian diatas maka kita dapat menarik suatu simpulan bahwa dosa merupakan suatu tindakan yang berlawanan dengan hukum-hukum Allah, atau dengan kata lain bahwa manusia tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah, tetapi mengambil jalan yang pada dasarnya melawan kehendak Allah. Bahkan Paulus dalam suratnya kepada Titus menegaskan hal ini sebagai orang yang tidak taat, sesat, dll, ( Titus 3:3).
Ada beberapa sifat dosa yang dikemukakan oleh Ichwei dalam bukunya, yakni:
Pertama, menyeleweng dari pola, rencana Allah, (Rm. 1:12,26,27,28), kedua, memberontak terhadap Allah, (Rm. 1:23,30; Kol. 1:21), ketiga, tidak percaya kepada Allah, (Rm. 1:21,28; 2:14-16), keempat, tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri kepada Allah, (Rm. 1:32), kelima, menghambakan diri kepada iblis, (Rm. 6:19; Ef. 4:19 bdg 2 Pet. 2:19), dan keenam, mementingkan diri sendiri, (2 Tim. 3:2,3 bdg Yes. 53:6).[10]
            Dari sifat-sifat dosa yang dikemukakan oleh Ichwei ini sangat jelas bagi kita bahwa pada dasarnya dosa bersifat menentang atau berlawanan kehendak Allah. Ini merupakan suatu sikap ketidakpercayaan manusia kepada Allah. 
           
B.     Bentuk-bentuk Dosa
            Ada  beberapa bentuk atau penggolongan dosa menurut rasul Paulus. Walaupun istilah-istilah ini tidak secara langsung dipakai Paulus dalam surat-suratnya. Tetapi istilah ini dapat menggambarkan tentang pengertian Paulus akan dosa. Antara lain:

a.   Dosa Warisan
 Menurut Charles dosa warisan didefenisikan sebagai keberadaan berdosa dari semua orang yang dibawa sejak lahir, (Ef. 2:3).[11] Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa setiap segi keberadaan manusia dipengaruhi oleh tabiat dosa, [12]  antara lain:
1.      Pikirannya dibutakan (2 Kor. 4:4), pikiran bejat dan tercela (Rm. 1:28). Pengertiannya digelapkan, terpisah dari kehidupan Allah (Ef. 4:18).
2.      Emosinya turut merosot dan tercemar ( Rm. 1:21,24,26; Tit. 1:15).
3.      Kehendak diperbudak oleh dosa, dan sebab itu selalu bertentangan dengan Allah, (Rm. 6:20; 7:20).[13]
George dalam bukunya menggunakan istilah “dosa asal”, dalam arti bahwa dosa Adam membuat seluruh umat manusia berdosa.[14] Ia menjelaskan bahwa seluruh umat manusia bersatu di dalam Adam, dan dosa serta kematiannya adalah dosa dan kematian seluruh umat manusia (Rm. 5:12).[15] Ia menyimpulkan bahwa manusia itu bukan menjadi orang-orang berdosa karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan dosa; mereka telah menjadi orang-orang berdosa di dalam Adam.[16]
Artinya bahwa manusia yang dilahirkan setelah Adam jatuh ke dalam dosa sudah memiliki dosa yang diwarisi oleh dosa Adam. Charles menjelaskan hal ini dengan mengatakan bahwa manusia rusak total yang artinya pertama bahwa kerusakan terjadi dalam diri manusia dan meluas pada aspek dalam tabiat dan kemampuannya, kedua bahwa tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar.[17]
Sedangkan Donald Guthrie juga memakai istilah dosa asal. Yang artinya kecenderungan berbuat dosa sebagai warisan turun-temurun dengan sendirinya, hal ini mempengaruhi masalah mengenai bagaimana dosa itu bermula dalam diri masing-masing pribadi, (Rm. 5:12).[18] Lebih lanjut ia memberikan penjelasan bahwa semua orang mewarisi kecenderungan berbuat dosa melalui Adam, namun perbuatan dosa secara nyata itulah yang mendatangkan hukuman.[19]
Ia menjelaskan bahwa dosa asal ini tidak berarti manusia bertanggung jawab atas dosa Adam.[20] Ini juga bukan berarti Manusia diciptakan dalam keadaan berdosa.[21] Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (1 Kor. 11:7), tetapi akibat masuknya dosa ke dalam dunia mengakibatkan tercemarnya gambar itu.[22]
Ichwei juga mendukung pendapat tersebut. Ia mengatakan bahwa:
Dosa warisan disini tidak diartikan bahwa kita menanggung kesalahan Adam. Bukan pula diartikan karena dosa Adam maka kita semua dilahirkan di bawah hukuman dosa dan tidak memiliki harapan sama sekali untuk dapat diselamatkan oleh Allah. Tetapi kita percaya bahwa karena satu orang, yaitu Adam, dosa telah masuk ke dalam dunia (Rm. 5:12) sehingga semua orang menjadi manusia yang berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Berdosa disini harus diartikan sebagai memiliki sifat cenderung untuk berbuat dosa, sama seperti Adam. Jadi, apabila kita berdosa, itu karena pilihan kita sendiri, bukan akibat menanggung kesalahan Adam!.[23]
Pendapat Donald Guthrie dan Ichwei, yang mengatakan bahwa manusia hanya cenderung untuk berbuat dosa, saya tidak sependapat. Karena memberikan indikasi bahwa manusia sebenarnya tidak butuh Yesus atau dengan kata lain bahwa manusia bisa diselamatkan tanpa harus melalui Yesus. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat diselamatkan dengan melakukan Hukum Taurat. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menegaskan bahwa “ …tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan Hukum Taurat…” (Rm. 3:20). Artinya bahwa sekalipun seseorang melakukan dengan sempurna seluruh Hukum Taurat, ia belum dapat dianggap layak untuk dibenarkan dihadapan Allah.
Dan saya meyakini bahwa Paulus tidak berpendapat seperti apa yang diungkapkan oleh Donald Guthrie dan Ichwei . Hal ini jelas dapat kita lihat dari pendapat Paulus yang dengan tegas mengatakan bahwa “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak” (Rm. 3:10), dan ia kembali menegaskan di ayat 23 bahwa “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.
Jadi saya sependapat dengan pernyataan George dan Charles diatas bahwa manusia berdosa bukan karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan dosa, tetapi manusia telah berdosa karena dosa yang diwarisi oleh dosa nenek moyang kita yakni Adam.
Charles menjelaskan bahwa dosa warisan kita warisi dari orang tua kita sendiri sebagaimana mereka dari orang tua mereka pula, dan begitulah seterusnya hingga kembali kepada nenek moyang mereka yang pertama, Adam dan Hawa. Setelah mereka berdosa, keturunan mereka pun ikut berdosa lewat proses kelahiran (Rm. 5:12).[24] Beliau berkesimpulan bahwa setiap orang yang dilahirkan ke dalam dunia ini dalam keadaan berdosa.[25]Charles memberikan suatu contoh gambar bagaimana dosa warisan kita warisi, yakni: [26]
                                                         Adam
                                            Kain                     Set       
                                    Henokh                        Enos
                  Yared                            Kenan
                                        Saya
Maksudnya dosa Adam turun ke Kain, dari Kain ke Henokh, Henokh ke Yared, dan Yared ke Saya (kita). Adam turun ke Set, Set ke Enos, Enos ke Kenan, dan Kenan ke Saya (kita).

b.      Dosa Pertalian
Menurut Charles dosa pertalian dimaksudkan sebagai pertautan, pelimpahan, atau pengaitan sesuatu terhadap seseorang.[27] Dalam pengertian keterlibatan atau keterhisaban, bukan hanya pengaruh.[28]
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Paulus menyatakan bahwa dosa-dosa tidak diperhitungkan sebagai pelanggaran khusus terhadap suatu peraturan resmi apabila tidak ada hukum Taurat (Rm. 5:13).[29] Ia memberikan suatu contoh yakni, Abraham dan Daud dalam pasal 4. Dimana Allah memperhitungkan kebenaran Abraham ketika ia percaya, dan Daud ketika ia menyadari dan mengakui dosa-dosanya.[30] Dan membandingkannya dengan 2 Kor. 5:19 bahwa melalui kematian Kristus Allah tidak lagi memperhitungkan dosa-dosa manusia.[31]
Henry menjelaskan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan keturunan mereka berdosa (Rm. 5:19).[32] Selanjutnya  dijelaskan bahwa dosa Adam telah dibilang dihitung, dianggap, atau dituduhkan kepada setiap anggota umat manusia.[33] Dan oleh karena dosa Adam itulah kita lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman Allah (Rm. 5:12; Ef. 2:13).[34]
Jadi artinya disini ialah bahwa dosa Adam telah diperhitungkan atau dipertalikan kepada seluruh umat manusia.
Ada tiga pertalian dasar, yang biasanya diketahui oleh para Teolog, yakni:
Ø  Pertalian Dosa Adam kepada segala bangsa (Rm. 5:12-21)
Ø  Pertalian Dosa manusia kepada Kristus ( 2 Kor. 5:19 bdg 1 Ptr. 2:24)
Ø  Pertalian Kebenaran Kristus kepada orang-orang percaya (2 Kor. 5:21).[35]
Ada pertanyaan yang sering muncul dalam bagian dosa pertalian ini, adalah bagaimana kita bisa bertanggung jawab atas perangai yang rusak yang tidak berasal dari diri kita sendiri dan bagaimana hubungan Adam dengan manusia?.[36]
Ada dua pandangan secara historis untuk menjawab pertanyaan ini, antara lain.
1.      Pandangan Perwakilan (representative). Mengatakan bahwa Adam sebagai wakil seluruh umat manusia, sehingga ketika ia berdosa, dosanya menjadi dasar pula untuk menghukum semua umat manusia keturunannya.[37]
2.      Pandangan Seminal (realistis). Pandangan ini menganggap bahwa umat manusia secara alami dan secara hakiki berada di dalam Adam ketika Adam berbuat dosa.[38] Artinya bahwa umat manusia sejak permulaannya telah dihisapkan kepadanya (Adam).[39]
            Jadi kita dapat menyimpulkan dengan meminjam penyimpulan dari Charles yang mengatakan bahwa dosa Adam dipertalikan kepada setiap anggota umat manusia karena masing-masing sesungguhnya telah berdosa di dalam Adam ketika Adam berdosa.[40]
            Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dosa yang dipertalikan ditularkan langsung dari Adam kepada setiap orang dalam tiap-tiap generasi.[41] Seperti gambar yang dibawah ini:[42]
    
                                          Adam
                                   Kain               Set
                               Henokh             Enos
                              Yared                    Kenan

                                          Saya
             Maksud dari gambar diatas adalah dosa Adam langsung dipertalikan kepada Kain, Henokh, Yared, Set, Enos, Kenan dan kita (saya).

c.       Dosa Pribadi
Dosa pribadi adalah dosa yang dilakukan secara pribadi. Dalam Roma 3:9-18, Paulus menjelaskan soal penghukuman atas semua orang karena dosa-dosa yang mereka lakukan sendiri.[43] Charles menjelaskan bahwa semua orang melakukan dosa secara pribadi, kecuali bayi.[44] Dosa-dosa pribadi tidak saja meliputi hal-hal yang kita perbuat secara terang-terangan, tetapi juga hal-hal yang kita pikirkan.[45]
Beberapa contoh dosa pribadi yang dikemukakan oleh beliau adalah perbuatan tidak asusila, kecemburuan, ketamakan, dan penyembahan berhala (2 Kor. 10:5; Kol. 3:5-6 bdg Mat. 5:27-28).[46]
Jadi jelas buat kita bahwa dosa tidak hanya dosa yang diwarisi dan dipertalikan dari Adam kepada kita. Namun kita juga mempunyai dosa secara pribadi. Dosa ini biasanya dilakukan atas pilihan atau keputusan kita sendiri yang tidak ditularkan oleh orang lain kepada kita. Atau dapat kita simpulkan sebagai perbuatan yang melawan patokan yang sudah diketahui.[47]
           

C.    AKIBAT-AKIBAT DOSA

Diatas kita telah mengetahui pengertian dan bentuk-bentuk penggolongan dosa. Dan dalam bagian ini kita akan melihat akibat-akibat dari dosa.
1.      Kematian, (Rm. 6:23). Maksudnya ialah bahwa kematian merupakan imbalan yang tepat bagi perbuatan kita.[48] Ada tiga aspek kematian disini, yakni:
            Pertama kematian fisik merupakan pemisahan jiwa dari tubuh (Rm. 4:24,25; 5:12-17; 6:9,10; 8:3,10,11; Gal. 3:13).[49] Kedua, kematian rohaniah merupakan pemisahan seluruh diri seseorang dari Allah.[50] Kematian rohani ini mengakibatkan manusia tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan hati Allah dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah.[51] Ketiga, kematian kekal merupakan puncak dan kegenapan kematian rohani.[52] Atau terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal, (2 Tes. 1:9; Ibr. 10:31). Kematiaan kekal ini bersifat eskatologi. Hukuman ini bagi mereka yang tidak percaya atau berada di luar Kristus selama hidupnya.
2.        Manusia menjadi seteru Allah (Rm. 5:10; Ef. 2:12). Artinya adalah putusnya hubungan antara Allah dengan manusia[53]dengan kata lain hilangnya persekutuan harmonis dengan keluarga Allah.[54] Atau dengan kata lain bahwa manusia telah terkucil dari Allah karena pikiran mereka melawan Allah (Kol. 1:21; Ef. 2:12; 4:18).[55]
3.      Kebejatan artinya ialah tidak adanya kebenaran yang semula dan kasih sayang yang kudus terhadap Allah, termasuk pencemaran sifat moral manusia dan kecenderungan melakukan kejahatan (Rm. 8:7; 2 Tim. 3:2-4; Ef. 4:18).[56]
            Jadi dari penjelasan diatas sangat jelas buat kita akibat-akibat dari dosa, kita dapat simpulkan bahwa dosa yang dilakukan oleh Adam membuat manusia mengalami hukuman atau murka Allah, yakni kematian. Selain itu manusia juga tidak memiliki persekutuan atau hubungan yang harmonis dengan Allah dan hilangnya kebenaran dalam diri manusia.
            Selanjutnya kita akan melihat bagaimana solusi atau cara penyelesaian dosa menurut Paulus, dalam bagian berikutnya.

D.    SOLUSI ATAU CARA PENYELESAIAN DOSA

Diatas kita telah membahas mengenai pengertian dan akibat-akibat dosa. Dalam bagian terakhir ini kita akan melihat bagaimana solusi atau penyelesaian dosa tersebut.
Paulus dalam surat-suratnya tidak hanya menjelaskan mengenai hakikat dan akibat-akibat dosa. Tetapi Paulus juga memberikan penawar atau solusi terhadap dosa. Solusi yang disampaikan oleh Paulus. Tentu saja solusi yang berasal dari Allah sendiri.
Manusia yang sudah tidak memiliki persekutuan yang baik dengan Allah dan harus murkai karena keberdosaan mereka, pasti membutuhkan penyelamat atau solusi dari dosa-dosa mereka. Solusi yang disampaikan oleh Paulus ialah:
Kematian  Kristus (Rm. 3:24-25; 5:6,; 6:10, 23). Artinya bahwa melalui kematian Kristus kita telah dipisahkan dari kuasa dosa asal.[57] Dengan kematian Kristus inilah kita telah diperdamaikan kembali dengan Allah (Rm. 3:25; Kol. 1:20). Dan sifat hidup lama kita telah turut disalibkan didalam kematian Kristus.[58]
Kematian Kristus merupakan suatu syarat utama yang memenuhi semua tuntutan keadilan Allah. Henry menegaskan bahwa hanya melalui kematian Kristus sajalah Allah dapat tetap adil ketika membenarkan orang yang berdosa (Rm. 3:25,26).[59] Ia menambahkan bahwa kematian Kristus yang sempurna telah memenuhi tuntutan-tuntutan Allah yang adil.[60] Keadaan manusia yang sebelumnya telah menjadi seteru Allah kini telah diperdamaikan Allah melalui kematian Kristus.
Henry menambahkan bahwa kematian Kristus juga merupakan penebusan.[61] Ia menjelaskan bahwa istilah penebusan kadang-kadang menunjuk pada pelunasan utang dan kadang-kadang kepada pembebasan orang tahanan. Korban Kristus menyediakan penebusan untuk kedua-duanya.[62]
Jadi solusi yang terbaik terhadap dosa yang memenuhi tuntutan Allah ialah kematian Kristus. Yang merupakan korban sempurna dari Allah. Dan dalam kematian Kristus ini manusia telah diperdamaikan dengan Allah, sehingga manusia dapat kembali menikmati persekutuan yang baik dengan Allah. Charles menyimpulkan bahwa kita dipisahkan dari kuasa dosa oleh kematian Yesus Kristus, dan kita bebas dari kekuasaannya oleh kuasa Roh Kudus.[63]


E.     PENYIMPULAN

Jadi simpulan dari makalah ini, bahwa pada umumnya dosa  merupakan suatu tindakan yang melawan kehendak Allah. Akibat dari kejatuhan Adam ke dalam dosa, maka semua orang telah jatuh kedalam dosa (Rm. 3:23), dan seharusnya dirmurkai oleh Allah (Ef. 2:3). Tetapi oleh kasih karunia Allah kita beroleh penebusan di dalam Kristus Yesus yang telah ditentukan Allah untuk menjadi jalan pendamaian bagi kita ( Rm. 3:24, 25).
Untuk mengakhiri makalah ini penulis mengakhirinya dengan sebuah kutipan firman Tuhan, yang disampaikan oleh Paulus dalam suratnya yang berbunyi:
 Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan”. (Rm. 10:9-10).


[1] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 308-310
[2] Ibid, 311
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 263
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (Jakarta: YKBK/OMF, 2008), 257
[7] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 97
[8] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 218
[9] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003), 178
[10] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 98-100
[11] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 322
[12] Ibid, 323
[13] Ibid,
[14] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 139
[15] Ibid
[16] Ibid, 140
[17] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 324
[18] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 229
[19] Ibid, 231
[20] Ibid
[21] Ibid, 229 
[22] Ibid, 229
[23] Ichwei G. Indra, Teologi Sistematis (Bandung: LLB, 1999), 96-97
[24] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 324-325
[25] Ibid
[26] Ibid, 333
[27] Ibid, 328
[28] Ibid
[29] Ibid, 328-329
[30] Ibid, 329
[31] Ibid
[32] 284
[33] Ibid
[34] Ibid, 285
[35] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 329
[36] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 285
[37] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 331
[38] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 288
[39] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 331
[40] Ibid, 332
[41] Ibid
[42] Ibid
[43] Ibid, 335
[44] Ibid
[45] Ibid
[46] Ibid
[47] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 223
[48] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003), 225
[49] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 298
[50] Millard J. Erickson, Teologi Kristen, Vol. 2 (Malang: Gandum Mas, 2003),228
[51] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 299
[52] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 299
[53] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Peny. Lisda T. Gamadhi, dkk (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 228
[54] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 338
[55] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru 2 (Bandung: Kalam Hidup, 2002), 143
[56] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 293
[57] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 325
[58] Ibid
[59] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, rev. Doerksen, D., Vernon (Malang: Gandum Mas, 2008), 361
[60] Ibid
[61] Ibid, 365
[62] Ibid, 366
[63] Charles C. Ryrie,Dr., Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2007), 325 

1 komentar:

  1. Bolehkah saya mendapatkan sedikit pencerahan, tentang mengapa yesus disalib untuk menebus dosa manusia? dan dosa manakah yang tertebus, dosa manusia sejak adam hingga Ia disalib, ataukah hanya dosa manusia setelahnya, ataukah dosa seluruh umat manusia termasuk dosa adam?
    mohon bimbingannya.

    BalasHapus